Kamis, 29 September 2016

Asal Usul dan Sejarah Rumah Gurita yang Angker

Rumah ini mulai menjadi trending topic setelah banyaknya media didunia maya yang membahas sebuah rumah besar yang bergaya cukup aneh yang terletak di Jalan Terusan Sukadamai 1 No. 6, Sukajadi, Bandung. Yah cukup aneh, karena diatas rumah tersebut terdapat sebuah patung gurita raksasa yang berwarna hitam legam dan seakan-akan keluar dari sarangnya untuk mencari mangsa. Tentunya patung gurita itu menjadi ikon yang sangat unik namun sekaligus sangat misterius bagi kebanyakan orang. Tak hanya sampai disitu saja, Rumah Gurita menjadi semakin terlihat angker dan menyeramkan setelah cat tembok rumah yang berwarna putih sudah banyak yang mengelupas sehingga menjadi tampak sangat kusam. Pada beberapa bagian tembok rumah juga terdapat lumut yang mengering, sehingga semakin menegaskan bahwa rumah tersebut cukup angker dan menyimpan aura negatif.

Anehnya, entah darimana asal usulnya, Rumah Gurita yang bergaya cukup aneh itu dianggap sebagai tempat pemujaan setan atau aliran sesat. Selain itu, banyak orang yang juga menganggap bahwa Rumah Gurita adalah gereja setan. Namun, dari informasi warga sekitar rumah justru bertolak belakang dari banyaknya kabar yang telah beredar di berbagai media elektronik. Warga sekitar justru mengatakan bahwa tidak pernah ada kegiatan aneh didalam rumah tersebut. Bahkan menurut salah satu warga yang pernah masuk, rumah tersebut layaknya rumah pada umumnya, hanya saja rumah tersebut jarang ditempati oleh pemiliknya yang bernama Frans karena kesibukannya.

Menurut informasi dari warga sekitar, gurita raksasa yang berada diatas rumah tersebut adalah hasil kreasi dari mahasiswa ITB (Institut Teknologi Bandung). Pak Frans juga dikenal warga sebagai orang yang sangat mencintai dunia seni, ia memiliki banyak patung didalam rumahnya tersebut. Tidak hanya itu, kecintaannya dalam dunia seni juga terlihat dari banyaknya gambar tokoh yang menghiasi dinding dan gambar kartu remi yang menghiasi kaca rumah.

Saking begitu terkenalnya, Rumah Gurita juga sempat diangkat menjadi sebuah film oleh sutradara Jose Purnomo pada tahun 2014 silam. Film tersebut dibintangi oleh beberapa artis beken seperti Boy William dan Shandy Aulia.

SEJARAH LAWANG SEWU

Lawang Sewu atau dalam bahasa Indonesia Pintu Seribu adalah Gedung megah yang dibangun di Era penjajahan Belanda.Yang sekarang ini menjadi salah satu Obyek Wisata kota Semarang. Lawang Sewu merupakan sebuah bangunan kuno peninggalan jaman belanda yang dibangun pada 1904. Semula gedung ini untuk kantor pusat perusahaan kereta api (trem) penjajah Belanda atau Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij (NIS). Gedung tiga lantai bergaya art deco (1850-1940) ini karya arsitek Belanda ternama, Prof Jacob F Klinkhamer dan BJ Queendag. Lawang Sewu terletak di sisi timur Tugu Muda Semarang, atau di sudut jalan Pandanaran dan jalan Pemuda. Disebut Lawang Sewu (Seribu Pintu), ini dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu.
Sejarah Gedung Pintu Seribu (Lawang Sewu) Semarang

Sejarah Lawang Sewu

Sejarah gedung ini tak lepas dari sejarah perkeretaapian di indonesia karena dibangun sebagai Het Hoofdkantoor Van de NederlandschIndische Spoorweg Maatscappij (NIS) yaitu kantor pusat NIS, perusahaan kereta api swasta di masa pemerintahan Hindia belanda yang pertama kali membangun jalur kereta api di Indonesia menghubungkan Semarang dengan “Vorstenlanden” (Surakarta dan Yogyakarta) dengan jalur pertamanya Jalur Semarang Temanggung 1867.

Awalnya administrasi NIS diselenggarakan di Stasiun Semarang NIS. Pertumbuhan jaringan yang pesat diikuti bertambahnya kebutuhan ruang kerja sehingga diputuskan membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh pada lahan di pinggir kota dekat kediaman Residen Hindia Belanda, di ujung selatan Bodjongweg Semarang. Direksi NOS menyerahkan perencanaan gedung ini kepada Prof Jacob F Klinkhamer dan B.J Ouendag, arsitek dari Amsterdam Belanda.

Pelaksanaan pambangunan dimulai 27 Februari 1904 dan selesai 1907. Kondisi tanah di jalan harus mengalami perbaikan terlebih dahulu dengan penggalian sedalam 4 meter dan diganti dengan lapisan vulkanis. Bangunan pertama yang dikerjakan adalah rumah penjaga dan bangunan percetakan, dilanjutkan dengan bangunan utama. Setelah dipergunakan beberapa tahun, perluasan kantor dilaksanakan dengan membuat bangunan tambahan pada tahun 1916 – 1918.

Sejarah Gedung Pintu Seribu (Lawang Sewu) Semarang
Sejarah Gedung Pintu Seribu (Lawang Sewu) Semarang
Pada tahun 1873 rel kereta api pertama di Hindia Belanda selesai dibangun. Jalan itu dibangun oleh Nederlandsch Indische Spoorweg maatschappij (NIS), suatu perusahaan swasta yang mendapat konsesi dari pemerintah kolonial untuk menghubungkan daerah pertanian yang subur di Jawa Tengah dengan kota pelabuhan Semarang (Durrant, 1972). Stasiun di Semarang yang berada di tambaksari tidak jauh dari pelabuhan.

Pada peralihan abad ke-20 NIS membangun stasiun stasiun baru yang besar. Pada tahun 1914 stasiun Tambaksari digantikan oleh Stasiun Tawang. Sebelumnya pada tahun 1908 selesai dibangun pula kantor pusat NIS yang baru, bangunan itu berada di ujung jalan Bodjong, di Wilhelmina Plein berseberangan dengan kediaman gubernur.

Kantor pusat NIS yang baru itu adalah bangunan besar 2 lantai berbentuk “L” yang dirancang oleh J.F Klinkhamer dan Ouendag dalam gaya Renaissance Revival (Sudrajat,1991). Menurut Sudrajat pembangunan kantor pusat NIS di Semarang adalah tipikal 2 dasawarsa awal abad 20 ketika diperkenalkan politik etis, ketika itu “… Muncul kebutuhan yang cukup besar untuk mendirikan bangunan bangunan publik dan perumahan, akibat perluasan daerah jajahan, desentralisasi administrasi kolonial dan pertumbuhan usaha swasta”.

Sejarah Gedung Pintu Seribu (Lawang Sewu) Semarang
Sejarah Gedung Pintu Seribu (Lawang Sewu) Semarang
Penduduk Semarang memberinya nama “Lawang Sewu” (pintu seribu), mengacu pada pintu pintunya yang sangat banyak, yan gmerupakan usaha para arsiteknya untuk membangun gedung kantor modern yang sesuai dengan iklim tropis Semarang. Semua bahan bangunan didatangkan dari Eropa kecuali batu bata, batu alam dan kayu jati.

Pada saat yang bersamaan Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) berusaha mengambil alih kereta api, pertempuran pecah antara pemuda dan tentara Jepang, belasan pemuda terbunuh di gedung ini, 5 diantara mereka dimakamkan di halaman (tetapi pada tahun 1975 jenazah mereka dipindah ke Taman Makam Pahlawan). Di depan Lawang Sewu berdiri monumen untuk memperingati mereka yang gugur di Pertempuran Lima Hari.

Sesaat setelah kemerdekaan Lawang Sewu digunakan Kantor Perusahaan Kereta Api, kemudian militer mengambil alih gedung ini, tetapi sekarang telah kembali ke tangan PT KAI.

Berapakan sebenarnya jumlah pintu dari Lawang Sewu?

Seperti Kepulauan Seribu yang jumlah pulau yang sebenarnya tak sampai 1.000, karena tercatat hanya 342 buah pulau saja. Sebutan “Sewu” [Jawa: Seribu], merupakan penggambaran sedemikian banyaknya jumlah pintunya. Menurut guide lawang sewu, jumlah lubang pintunya terhitung sebanyak 429 buah, dengan daun pintu lebih dari 1.200 (sebagian pintu dengan 2 daun pintu, dan sebagian dengan menggunakan 4 daun pintu, yang terdiri dari 2 daun pintu jenis ayun [dengan engsel], ditambah 2 daun pintu lagi jenis sliding door/pintu geser).